Senin, 26 September 2011

KARET


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Hasil utama tanaman karet (Hevea Brasiliensis) adalah lateks dan koagulum yang pertama kali ditemukan di Brasil – Amerika Selatan. Karet alam adalah polimer dari isoprene (2-metil-1,3-butadiena) yang memberikan hasil utama yaitu lateks dan Cup Lump. Lateks alam atau lateks kebun adalah cairan seperti susu hasil sadapan dari kulit pohon Hevea Brasiliensis. Cairan ini merupakan sistem koloidal sangat kompleks yang terdiri dari hidrokarbon karet, karbohidrat, protein, lipida, karoten, dan berbagai bahan lain. Lateks adalah suatu istilah yang dipakai untuk menyebut getah yang dikeluarkan oleh pohon karet . Getah tersebut merupakan sitoplasma yang terkandung di dalam sel-sel pembuluh lateks yang bersifat elastis dan permiabel. Pembuluh-pembuluh tersebut karena berisi cairan lateks dan sifatnya yang elastis serta permeabel maka akan memberikan semacam tekanan hidrostatik pada umumnya dikenal sebagai tekanan turgor, yaitu tekanan dimana pembuluh – pembuluh pada pohon mengalami penebalan cairan. Semakin banyak cairan yang terdapat dalam pembuluh lateks tekanan turgor semakin tinggi, sebaliknya jika berkurang tekanan turgor turun. Prinsip ini antara lain digunakan untuk mempertimbangkan saat yang terbaik dalam pengambilan lateks dari pohon. Pembuluh lateks berbentuk tabung dan berada disebelah dalam kulit pohon diluar kambium. Arah pembuluh lateks dalam batang karet agak menyerong membentuk sudut 3,50 dari kanan atas kekiri bawah. Penyadapan sebaiknya dikerjakan pada pagi hari karena tekanan turgor masih tinggi dan mengurangi resiko prakoagulasi. Penyadapan merupakan bidang eksplotasi seperti struktur dan komposisi leteks. Bagi bidang pengolahan, pengetahuan sifat-sifat eksplotasi seperti struktur dan komposisi leteks. Bagi bidang pengolahan, pengetahuan sifat-sifat lateks seperti struktur dan komposisi lateks lebih dipentingkan, karena akan berguna dalam menentukan cara pengolahan lateks dan pembuatan bahan olah yang tepat.
Pada dasarnya lateks alam yang dikumpulkan dari pohon karet adalah bersifat segar tetapi karena adanya asam lemak yang menguap. Laju kerja dari bakteri akan menyebabkan penurunan pH dan pembusukan. Banyaknya asam lemak yang menguap diindikasikan sebagai bilangan asam lemak yang menguap bilangan  Volatile Fatty Acid (VFA). Lateks segar merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Mikroorganisme ini menghasilkan asam-asam yang menurunkan pH mencapai titik isoelektrik sehingga lateks membeku dan menimbulkan rasa bau karena terbentuknya asam-asam yang mudah menguap. Bila banyak organisme maka senyawa asam yang dihasilkan banyak pula. Salah satu parameter untuk mengetahui kualitas lateks adalah bilangan Asam Lemak Menguap atau Bilangan VFA. Bilangan VFA adalah bilangan yang menggambarkan asam-asam di dalam lateks yang berasal dari penguraian mikroorganisme pada bagian lipida lateks. Untuk mengetahui bilangan VFA dapat dilakukan dengan destilasi-titrasi, sehingga dapat diketahui apakah bilangan VFA tersebut sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan.
PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir adalah perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) yang menangani proses pengolahan lateks kebun. Dimana pengolahan lateks kebun menjadi lateks pekat dan serum dilakukan secara pemusingan atau centrifuge. Bahan baku lateks kebun diperoleh dari kebun milik perusahaan sendiri.
Kandungan VFA di dalam lateks sangat variabel terutama tergantung pada jenis clone, umur, geografis, iklim. Pemupukan dan sistem deres, cara produksi, waktu penyimpanan termasuk penambahan zat-zat pembantu. Semua tersebut merupakan tantangan yang dihadapi untuk mendapatkan bilangan VFA yang sesuai dengan kebutuhan dipasar industri.
  Karet menjadi begitu berharga dan perlu diolah dimana pengolahan itu langsung ditangani oleh perusahaan ini sendiri. Hal itu dikarenakan karena terdapat bagian yang penting pada karet kebun dan memiliki ekonomi yang tinggi. Tetapi untuk mendapatkan bagian penting itu tadi perlu dilakukan pengolahan  dan pengolahan ini yang ditangani oleh PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate. Bagian dari karet kebun yang memiliki nilai ekonomi tinggi tadi  kandungan karet  murni yang memiliki  bilangan VFA dalam lateks kebun  yang menjadi bahan baku pembuatan bahan-bahan seperti ban mobil, kondom, karet gelang, dan produk – produk yang bersifat elastis lainnya.
Oleh karena itu penulis mencoba untuk membahas dan mempelajari bagian dari proses pengolahan lateks kebun untuk memperoleh kandungan VFA pada lateks sesuai dengan SNI (Standart Nasional Indonesia)                                               di PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir   























B.     Maksud Dan Tujuan


    
1.      Maksud
a.       Untuk mengetahui berapa besar pengaruh waktu penyimpanan terhadap bilangan VFA 
b.      Untuk meningkatkan mutu produksi lateks dari segi bilangan VFA

2.      Tujuan
a.        Untuk mengetahui apakah ada pengaruh penyimpanan lateks terhadap bilangan VFA
b.      Untuk mengetahui waktu yang diperlukan untuk menyimpan bahan baku lateks dalam pembuatan karet remah









   C.  Kegunaan dan Manfaat
1.      Kegunaan
a.       Untuk mengetahui gambaran umum mengenai perlakuan pengolahan yang berlangsung pada peralatan pengolahan untuk mengolah lateks kebun menjadi lateks pekat di tempat penulis praktek kerja lapangan.
b.      Mengetahui kadar VFA pada lateks kebun yang dihasilkan pada persatuan waktu penyimpanan.

KARET REMAH

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini permintaan konsumen karet alam di luar negeri terhadap karet spesifikasi teknis Indonesia umumnya adalah jenis SIR 20 dengan mutu yang seragam dengan batasan spesifikasi mutu yang sempit. Disamping itu masing-masing konsumen yang umumnya adalah pabrik ban kendaraan bermotor, meminta batasan spesifikasi yang berbeda-beda pula. Hal ini disebabkan oleh semakin berkembangnya teknologi pembuatan ban kearah otomatisasi dan komputerisasi proses sedemikian rupa, agar kualitas ban yang dihasilkan dapat dikontrol dengan baik dan proses pengolahannya efesien. Sudah tentu keadaan ini memerlukan pasokan bahan baku dengan tingkat ketidakseragaman (non-uniformity) mutu yang rendah. Akibatnya produsen karet alam harus memenuhi permintaan tersebut. Plastisitas awal (Po) adalah salah satu parameter mutu yang paling sering diminta oleh hampir semua konsumen dengan batasan-batasan yang sempit. Parameter lainnya adalah viskositas mooney (VR), indeks ketahanan plastisitas (PRI) dan kadar kotoran. Parameter – parameter diatas disamping berpengaruh terhadap kemudahan proses pengolahan di pabrik juga akan berpengaruh terhadap mutu barang jadi, khususnya sifat fisis dan dinamis dari ban kendaraan yang dihasilkan.
Untuk dapat memenuhi permintaan konsumen tersebut, beberapa tahun terakhir ini telah dilakukan berbagai upaya, mulai dari perbaikan mutu bahan olah karet rakyat sampai dengan perbaikan atau pengaturan proses pengolahan di pabrik. Perbaikan mutu bahan olah karet ditingkat petani tidak hanya melalui slogan atau himbauan saja, tetapi juga melalui tindakan nyata, yakni antara lain, penyediaan sarana atau fasilitas dan bahan yang diperlukan untuk membuat bahan olah bermutu baik. Sedang ditingkat pabrik difokuskan pada seleksi dengan ketat bahan olah karet rakyat yang dibeli oleh pabrik. Kegiatan ini telah dilakukan oleh berbagai intansi pemerintah serta gabungan perusahaan karet Indonesia dalam program yang terencana dengan baik. Evaluasi keseragaman mutu karet remah khususnya SIR 20 dan kaitannya dengan mutu bahan olah karet serta sistem pengolahannya telah dilakukan oleh Suharto , et al.(1986). Dari sepuluh pabrik yang dievaluasi ternyata umumnya tingkat keseragaman masih rendah dan belum ada pabrik yang proses pengolahannya terkontrol secara statistik.penyebabnya adalah variasi jenis dan mutu bahan olah yang tinggi dan proses percampuran yang kurang intensif. Oleh karena itu perlu dilakukan proses pengkombinasian komposisi bahan olah yang tersedia serta fasilitas blending yang intensif dalam pengolahan karet remah SIR 20.
A. Permasalahan
Adapun yang menjadi permasalahan dalam karya ilmiah ini adalah bagaimana pengaruh kombinasi komposisi bahan olah karet terhadap tingkat konsistensi plastisitas retension indeks (PRI) karet remah SIR 20.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui kombinasi komposisi bahan olah karet yang telah dilaksanakan di PT BRIDGESTONE SUMATERA RUBBER ESTATE.
2. Untuk mengetahui pengaruh kombinasi komposisi bahan olah karet terhadap tingkat konsistensi Plasticitas Retension Indeks (PRI) karet remah SIR 20.
C. Manfaat
1. Dapat mengetahui kombinasi komposisi bahan olah karet yang tepat yang diterapkan di PT BRIDGESTONE SUMATERA RUBBER ESTATE
2. Dapat mengetahui nilai dan tingkat konsistensi PRI di PT. BRIDGESTONE SUMATERA RUBBER ESTATE sebagai hasil katepatan pengkombinasian komposisi bahan olah karet.
3. Memberikan masukan khususnya kepada perusahaan karet mengenai perlunya dilakukan pengawasan yang intensif terhadap pengkombinasian komposisi bahan baku karet dan menambah wawasan kepada pembaca secara umum.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 
2.1 Pengembangan Industri Karet di Indonesia
Karet alam merupakan salah satu komoditi pertanian yang penting baik untuk lingkup internasional dan teristimewa bagi Indonesia. Di Indonesia karet merupakan salah satu hasil pertanian terkemuka karena banyak menunjang perekonomian negara. Hasil devisa yang diperoleh dari karet cukup besar. Bahkan, Indonesia pernah menguasai produksi karet dunia dengan melibas negara-negara lain dan negara asal tanaman karet sendiri di Daratan Amerika Selatan. Akan tetapi, posisi Indonesia sebagai produsen karet nomor satu di dunia akhir-akhir ini terdesak oleh dua negara tetangga : Malaysia dan Thailand. Mula-mula Malaysia menggeser posisi Indonesia ke nomor dua. Tetapi, secara tak terduga Thailand menyodok Malaysia dan kini menjadi produsen karet terbesar. Untungnya, Indonesia tidak tergeser ke posisi nomor tiga. Posisi ketiga diduduki Malaysia yang terlempar dari posisi nomor satu dan dua. Sampai tahun 1992 tiga negara ini tetap menguasai pasaran karet dunia.
Luas lahan karet yang dimiliki Indonesia mencapai 2,7 – 3 juta hektar. Ini merupakan lahan karet yang terluas di dunia. Areal perkebunan karet Malaysia dan Thailand masih di bawah jumlah tersebut. Sayangnya, perkebunan karet yang luas ini tidak di imbangi dengan produktivitas yang memuaskan. Produktivitas lahan karet di Indonesia rata-rata rendah dan mutu karet yang dihasilkan kurang memuaskan. Bahkan, di pasaran internasional karet indoneis terkenal sebagai karet bermutu rendah. Sebaliknya, Malaysia dan Thailand memiliki prosuktivitas karet yang baik dengan mutu yang terjaga, terutama karet produksi Thailand. Itulah sebabnya Malaysia dan Thailand masih menguasai pasaran karet internasional sementara Indonesia hanya menjadi bayang-bayang keduanya. Banyak perkebunan – perkebunan karet yang tersebar di berbagai propinsi di Indonesia. Perkebunan yang besar banyak di usahakan oleh pemerintah serta swasta sedangkan perkebunan-perkebunan karet dalam skala kecil pada umumnya di miliki oleh rakyat. Bila di himpun secara keseluruhan, jumlah kebun karet rakyat di Indonesia sedemikian besar sehingga usaha tersebut cukup menentukan bagi dunia perkaretan nasional. Akan tetapi, perkebunan karet rakyat tidak dikelola dengan baik. Boleh dibilang pengolahan yang dilakukan hanya seadanya. Setelah ditanam, karet dibiarkan tumbuh begitu saja., perawatannya kurang diperhatikan. Tanaman karet tua jarang yang diremajakan dengan klon baru. Bahkan, klon baru yang mampu menghasilkan produksi lebih baik jarang mereka kenal. Itulah sebabnya produktivitas perkebunan karet rakyat masih sangat rendah. Yang lebih memprihatinkan lagi adalah mutu karet olahan yang dihasilkan. Peralatan yang dimiliki serta teknologi pengolahan yang di ketahui masih sangat sederhana. Bokar atau bahan olah karet rakyat rata-rata memiliki mutu yang rendah. Mutu karet yang memenuhi standar memiliki harga jual yang tinggi serta mampu memenuhi keinginan pasar rata-rata dihasilkan oleh perkebunan-perkebunan besar milik pemerintah dan swasta.
Sebenarnya, banyak sekali barang atau peralatan yang dapat dibuat dengan bahan baku karet alam, misalnya ban mobil, peralatan kendaraan, pembungkus kawat listrik, dan telepon, sepatu, alat kedokteran, beberapa peralatan rumah tangga dan kantor, alat – alat olah raga, ebonite, dan aspal. Dengan demikian berarti karet memiliki pengaruh besar terhadap bidang transportasi, komunikasi, industri, pendidikan, kesehatan, hiburan, dan banyak bidang lain yang vital bagi kehidupan manusia. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk membantu meningkatkan daya saing karet alam terhadap karet sentetis adalah peningkatan produksi karet persatuan luas, penurunan biaya produksi, peningkatan mutu dan penyajian, pengembangan kegunaan, serta langkah-langkah promosi yang tepat (tim penulis PS, 2007). 2.2 Karet Alam Karet alam (NR) (cis-1,4-poliisoprena) berasal dari lebih dari 200 spesies pohon. Pohon hevea brasiliensis menghasilkan karet alam lebih dari 99% didunia, dimana pada tahun 1988, mencapai lebih dari 4,9 x 106t (Kroschwitz.1998). Semua karet yang berasal dari alam di bentuk dari unit dasar yang sama yaitu C5H8 : ini adalah suatu senyawa hidrokarbon. Molekul individual dari senyawa ini di kenal sebagai “isoprena” . molekul karet alam didapat dari pohon hevea, yang tersusun dari banyak unit isoprena yang berikatan bersama dimana secara karakteristik membentuk rantai panjang yang tidak bercabang (Barlow,1978).


2.2.1 Komposisi Lateks Hevea Apabila karet hevea segar dipusingkan pada kecepatan 32.000 putaran permenit (rpm) selama 1 jam, akan terbentuk empat fraksi.
1. fraksi karet terdiri dari partikel-partikel karet yang berbentuk bulat dengan diameter 0,05-3 mikron. Partikel karet diselubungi oleh lapisan pelindung yang terdiri dari protein dan lipida dan berfungsi sebagai pemantap.
2. Fraksi Frey Wessling yang terdiri dari partikel – partikel frey wessling yang ditemukan Free Wessling, fraksi ini berwarna kuning karena mengandung karotenida.
3. Fraksi Serum, juga disebut fraksi C (centrifuge serum) mengandung sebahagian besar komponen bukan karet yaitu air, karbohidrat, protein dan ion-ion logam.
4. Fraksi bawah, terdiri dari partikel-partikel lotoid yang bersifat gelatin, mengandun senyawa nitrogen dan ion-ion kalsium serta magnesium.
Komposisi kimia lateks hevea segar secara garis besar adalah 25-40 % karet (poliisoprena, (C5H8)n) dan 60-75 % bukan karet. Kandungan bukan karet selain air terdiri dari 1-1,5 % protein (-glubin dan havein), 1-2 % karbohidrat (sukrosa, glukosa, galaktosa, dan fruktosa), 1-1,5% lipida (gliserida, sterol dan fosfolipida) dan sekitar 0,5% ion-ion logam (K, Na, Ca, Mg, Fe, Cu, Mn, dan lain-lain). Komposisi ini bervariasi tergantung pada jenis tanaman, umur tanaman, musim, system deres dan penggunaan stimulant (Ompusunggu.1987). Selain ini dalam lateks hevea juga diketemukan bagian-bagian yang berwarna kuning, yakni yang biasa disebut fraksi kuning (bahasa inggris : yellow fraction). Zat –zat bukan karet yang berada dalam lateks sering dapat menyebabkan perbedaan – perbedaan yang agak besar antara sifat – sifat dari barang – barang karet yang berasal dari klon –klon pohon karet yang berlainan. Untuk memperoleh hasil –hasil yang seragam berbagai perkebunan di campur dahulu dalam tangki – tangki besar sebelum dilakukan pengolahan lebih lanjut. Kemudian di campur dengan air bersih sehingga di peroleh kadar karet kering (K.K.K.) Yang di kehendaki (yayasan karet,1983). 2.2.2 Kestabilan Lateks Hevea Lateks adalah suatu sistem koloid dimana partikel karet dilapisi oleh protein dan fosfolipida terdispersi didalam air.

1. partikel karet
2. lapisan fosfolipida dan protein dengan muatan negatif
3. molekul air
Gambar 2.2 Partikel karet dengan lapisan pelindung dan molekul air.
Protein terdiri dari asam- asam amino dengan mengandung gugus amina –(NH2) dann karboksil –(COOH) yang bersifat amfoter (dapat bersifat asam atau basa). Dengan sifat amfoter maka pH lingkungan sangat berpengaruh terhadap kemantapan karet. Lateks segar mempunyai pH ± 6,8 sehingga partikel karet bermuatan negatif. Lapisan pelindung protein dan lipida dengan muatan negatif bersifat hidrofilik, sehingga berinteraksi dengan molekul air. Molekul air tersusun sedemikian rupa membentuk lapisan disekeliling partikel karet tersebut terdispersi membentuk larutan koloid yang mantap (Ompusunggu.1987).

Kestabilan lateks di pengaruhi 3 faktor yaitu :
a. Gerak Brown
Gerak brown adalah gerakan zig-zag dari butiran-butiran karet dalam suspensi yang besarnya dapat mengatasi gaya gravitasi dari butiran tersebut sehingga tidak terjadi pengendapan. Karena gerakan ini butir-butir dapat bertabrakan satu sama lain yang dapat terjadi penggumpalan akan tetapi dengan adanya pengaruh ionisasi, penggumpalan dapat dihindarkan.
b. Ionisasi
Butiran-butiran karet sendiri sebenarnya tidak bermuatan listrik (netral) tetapi karena adanya lapisan protein pada lateks maka mengandung ion bermuatan negatif karena butir-butir bermuatan negatif. maka terjadi reaksi tolak menolak sehingga tidak terjadi penggumpalan atau pembekuan, akibat lateks menjadi stabil.
c. Hidratasi
Hidrasi adalah penguraian air menjadi ion OH- dan H+. di dalam lateks ion OH- diserap oleh partikel karet sehingga timbul tambahan lapisan muatan negatif yang melindungi partikel karet sehingga lateks tetap stabil. (Yuliana,2005).
2.2.3 Penggawetan Lateks. Lateks saat keluar dari pembuluh lateks adalah dalam keadaan steril, tetapi karena lateks merupakan media tumbuh yang bai bagi mikroorganisme, maka dengan cepat akan tercemar oleh mikroba dan kotoran dari lingkungan (udara atau peralatan). Mikroba akan merombak karbohidrat dan protein menjadi asam lemak eteris (misalnya asam formiat, asetat dan propionat). Terbentuknya asam-asam ini didalam lateks akan menurunkan pH. Sehingga kemantapan lateks menjadi terganggu. Jumlah asam – asam lemak eteris didalam lateks menggambarkan tingkat kebusukan lateks. Semakin tinggi jumlah asam-asam lemak eteris, semakin buruk kualitas lateksnya. Untuk mencegah dan menekan pertumbuhan mikroba didalam lateks kaitanya dengan kualitas maka dalam penanganan lateks kebun harus dijaga kebersihan lingkungan kebun dan peralatan yang digunakan serta membubuhkan bahan pengawet kedalam lateks sedini mungkin.dewasa ini telah banyak bahan kimia dikembangkan sebagai pengawet lateks kebun antara lain amoniak, campuran ammonia dan hidroksilamin, campuran ammonia dengan asam boraks, campuran tetrametil tiuram disulfit dengan zinkum oksida dan lain-lain. Penggunaan jenis dan dosis bahan pengawet tersebut tergantung jenis karet yang dihasilkan. Bahan pengawet lateks kebun yang banyak digunakan adalah amonia karena harganya murah dan hasilnya cukup baik. Amonia dengan dosis tinggi bersifat “bactericide” dan bila dosis rendah bersifat “bacteri static”. Amonia akan bereaksi dengan air :

PENGARUH KOMPOSISI BAHAN OLAH KARET TERHADAP TINGKAT KONSISTENSI PLASTISITAS RETENSION INDEKS (PRI) KARET REMAH SIR 20 DI PT. BRIDGESTONE SUMATERA RUBBER ESTATE DOLOK MERANGIR.


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dengan keterbatasan getah mangkok yang dihasilkan, maka PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate untuk pengolahan Crumb Rubber SIR 20 membeli getah mangkok yang berasal dari rakyat (OP). Dengan perbandingan komposisi bahan baku yaitu getah mangkok yang digunakan untuk proses pengolahan Crumb Rubber SIR 20  maka Crumb Rubber yang dihasilkan harus memenuhi spesifikasi tekhnis yang telah ditentukan yaitu Standart Indonesia Rubber (SIR) salah satunya adalah nilai PRI.
Bahan baku yang digunakan merupakan syarat utama untuk memperoleh nilai PRI yang tinggi, berdasarkan hasil kerja praktek yang dilakukan, bahwa jenis bahan baku sangat berperan dalam penentuan mutu rubber SIR 20. Persentase bahan baku yang diolah di PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate yaitu bahan baku dari kebun PT. BSRE sebanyak 35 – 40 %, dan bahan baku beli dari luar sebanyak 60 – 65 %.
Nilai PRI yang telah ditentukan Standart Indonesia Rubber (SIR) untuk karet remah SIR 20 yaitu minimal 50, mempunyai kadar kotoran maksimal 0,20 %, dan kadar abu maksimal 1,00 %. Nilai PRI dapat memberikan gambaran mengenai ketahanan oksidasi dari karet yang bersangkutan dalam proses pengerjaan selanjutnya.

Untuk SIR 20 yang umumnya diolah dari koagulan kebun (field coagulan) maka tingginya nilai PRI ditentukan olah bahan penggumpal yang digunakan, tingkat pemeraman (maturation) dan kondisi pengeringannya.
Agar diperoleh konsistensi mutu karet remah yang baik khususnya nilai plastisitas retension indeks yang konstan seharusnya sebuah pabrik melakukan beberapa hal diantaranya, melakukan pengawasan terhadap penggunaan bahan olah berserta pengkombinasiannya, melakukan pengawasan yang kontiniu terhadap proses pencucian, pemblendingan dan pengeringan karet remah.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk mengambil judul dalam karya ilmiah ini adalah: PENGARUH KOMPOSISI BAHAN OLAH KARET TERHADAP TINGKAT KONSISTENSI PLASTISITAS RETENSION INDEKS (PRI) KARET REMAH SIR 20 DI PT. BRIDGESTONE SUMATERA RUBBER ESTATE DOLOK MERANGIR. 









B. Maksud dan Tujuan
1. Maksud
Adapun maksud penulis melaksanakan kerja praktek pada unit pengolahan karet di PT. BRIDGESTONE SUMATERA RUBBER ESTATE adalah:
a.       Mempelajari bagaimana suatu pabrik yang beroperasi secara komersil yang dioprasikan secara semestinya untuk memproduksi crumb rubber SIR 20.
b.      Untuk mengetahui berapa komposisi bahan baku yang digunakan untuk menghasilkan nilai PRI yang paling baik.
2. Tujuan
Sebagai petunjuk terhadap perbandingan komposisi bahan baku yang digunakan dalam proses pengolahan crumb rubber SIR 20 sehingga nilai Plasticity Retention Index (PRI) yang diperoleh sesuai dengan standart mutu yang diinginkan.





C. Kegunaan dan Manfaat
1. Kegunaan
a.       Untuk mengetahui hasil perbandingan komposisi bahan baku terhadap nilai Plasticity Retention Index (PRI) pada proses pengolahan crumb rubber SIR 20.
b.      Untuk memberi dan pengembangan wawasan  teknologi yang menyangkut perbandingan komposisi bahan baku terhadap nilai Plasticity Retention Index (PRI) dalam pengolahan crumb rubber SIR 20.
2. Manfaat
a.       Dengan menggunakan perbandingan komposisi bahan baku yang sesuai pada proses pengolahan crumb rubber SIR 20 maka nilai Plasticity Retention Index (PRI) yang dihasilkan akan sesuai dengan Standart Indonesia Rubber (SIR).
b.      Dapat memberikan masukan bagi pabrik atau industri dalam peningkatan mutu hasil produksi.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Karet
            Karet adalah komoditi homogen yang cukup baik. Karet mempunyai daya lentur yang sangat tinggi, kekuatan tarik dan dapat dibentuk dengan panas yang rendah, daya tahan terhadap benturan, goresan dan koyakan yang sangat baik. Sifat fisika dan daya tahan karet dipakai untuk produksi-produksi pabrik yang membutuhkan kekuatan yang tinggi dan panas yang rendah, misalnya ban mobil dan kendaraan lain serta produksi teknik yang memerlukan daya yang sangat tinggi.
            Karet merupakan suatu polimer isoprena. Polimer isoprena atau 2-metil- butadiena (C5H8) tersebut terdiri dari unit-unit isoprena yang membentuk rantai panjang dan jumlahnya yang sangat banyak. Rantai polimer isoprena tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
     -  CH2 – C  = C    CH2  -  CH2 – C  = C    CH2  -

     CH3    H                          CH3     H                        n          
Gambar 1. Rumus bangun cis 1,4 polyisoprena
            Semakin panjang rantai isoprena maka karet akan stabil. Bila rantai polimer isoprena ini mengalami oksidasi maka rantainya akan putus menjadi rantai polimer yang pendek dan disamping itu protein yang melapisi butiran-butiran karet akan turun terganggu akibatnya lateks akan tidak stabil.
            Berat molekul karet tidak tetap karena harga n tidak tentu, dimana harga n rata-rata 200 - 400. Dengan menggunakan mikroskop elektron besar dan bentuk butiran karet dapat dilihat yaitu berbentuk butiran telur. Karet merupakan senyawa organik sehingga tidak larut dalam air tetapi larut dalam larutan organik.
            Sehingga dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini, karet alam dapat disintetis, akan tetapi kegunaan dari karet alam ini tidak dapat  digantikan oleh karet sintetis, ini disebabkan nilai PRI dari karet alam lebih baik dari pada karet buatan (sintetis).
  1. SIR (Standart Indonesia Rubber)
SIR dan sifat kerja perlu diketahui untuk memperkirakan penggunaan karet tersebut sebagai bahan jadi. Penilaian terhadap mutu SIR didasarkan pada beberapa parameter antara lain: Kadar abu, Kadar kotoran, Kadar zat menguap, Nilai PRI, dan Kadar nitrogen.
Tinggi rendahnya masing-masing unsur tersebut diatas dipengaruhi oleh beberapa faktor yang meliputi bahan baku dan cara-cara pengolahannya. (Sumber: anonim, Goodyear sumatera plantation, sunaryo, 1995).
2. Plasticity Retention Index (PRI)
Platicity retention index adalah nilai dari sifat plastisitas (keliatan/kekenyalan) karet yang mentah yang masih tersimpan bila karet dipanaskan selama 30 menit pada temperatur 140oC.
Nilai Plasticity Retention Index adalah persentase plasisitas karet setelah dipanaskan dibandingkan plastisitas sebelum dipanaskan yang ditentukan dengan alat Plastimeter Wallace, dengan persamaan:
    
Dimana : Pa = Plastisitas karet sesudah dipanaskan selama 30 menit (setelah             pengusangan)
                        Po   =   Plastisitas karet sebelum dipanaskan (sebelum pengusangan).
(Sumber : Anonim Goodyear sumatera plantation, 2001, Asmir Harun, 1980, Sunaryo, 1995).
          Tujuan pengujian PRI dilakukan untuk mengukur degrandasi atau penurunan ketahanan karet mentah terhadap oksidasi pada suhu tinggi, nilai PRI yang tinggi (lebih dari 80%) menunjukan bahwa nilai ketahanan karet terhadap oksidasi adalah besar. Oksidasi karet oleh udara (O2) terjadi pada ikatan rangkap molekul karet, yang akan berakhir dengan pemutusan ikatan rangkap karbon-karbon sehingga panjang rantai polimer semakin pendek.
Terpetusnya rantai polimer pada karet mengakibatkan sifat karet menjadi rendah. Bila nilai PRI diketahuai, dapat diperkirakan mudah atau tidaknya karet mudah menjadi lunak atau lengket jika lama disimpan atau dipanaskan. Hal ini berhubungan dengan vulkanisasi karet pada pembuatan barang jadi, agar diperoleh sifat dari barang jadi karet yang lebih kuat. (Sumber: Anonim. Goodyear sumatera plantation, 2001).
            Tinggi rendahnya nilai PRI dipengaruhi oleh jenis bahan baku yang digunakan dan proses pengolahan crumb rubber. Terdapatnya nilai PRI yang rendah, disebabkan karena terjadinya reaksi oksidasi pada karet. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya oksidasi pada karet antara lain adalah:
a. Sinar Matahari
           Sinar matahari mengandung sinar ultraviolet yang menggiatkan terjadinya oksidasi pada karet apabila bahan baku lateks dan koagulum tekena langsung oleh sinar matahari, hal ini ditandai dengan mengeringnya kulit permukaan lateks dan koagulum.
b. Pengenceran lateks dan Koagulum (penggumpalan)
           Pengenceran lateks dengan penambahan air yang terlalu banyak dan perendaman dengan air yang terlalu lama yang tujuannya untuk mencuci kotoran-kotoran yang melekat pada koagulum. Hal ini akan menurunkan konsentrasi zat-zat nonkaret didalam lateks seperti terlarutnya asam-asam amino yang berfungsi sebagai anti oksidasi dan dapat juga berfungsi sebagai bahan pemacu cepat pada pembuatan barang jadi karet yang selanjutnya menurunkan PRI pada karet.





c. Zat-zat pro-oksidasi (tembaga atau mangan)
           Kandungan ion-ion logam seperti Cu, Mg, Mn, dan Ca berkolerasi dengan kadar abu didalam analisa karet.
Kadar abu diharapkan rendah karena sifat logam tembaga (Cu) dan mangan (Mn) adalah zat pro-oksidasi yang dalam bentuk ion merupakan katalis reaksi oksidasi pada karet sehingga dalam jumlah yang melewati batas konsentrasinya akan merusak mutu karet, sehingga oksidasi dipercepat dan mengakibatkan nilai PRI karet menjadi rendah.
d. Pengering karet
Penguraian molekul karet oleh reaksi oksidasi dapat pula terjadi bila karet dikeringkan terlalu lama dan temperatur pengeringan yang dipakai adalah 127oC, dengan waktu pengeringan 2 - 4 jam tergantung pada jenis alat pengeringan.
Nilai PRI akan turun bila terjadi ikatan silang (Storage Hardening) didalam lateks kebun dan diantara butiran-butiran karet hasil pengeringan. Ikatan silang terjadi pada pembentukan gel secara perlahan-lahan sehingga butiran-butiran karet menjadi melendir dan lengket-lengket. Hal ini akan menyebabkan plastisitas karet Po karet, maka akan merubah nilai PRI karet sehingga menjadi turun. (Sumber : Asmir Harun, 1980, Oppusunggu M dan Rusdhant Dalimunthe, 1992)



B. Bahan Baku Karet
            Keanekaragaman bahan baku karet mengakibatkan mutu SIR yang dihasilkan tidak tepat dan membutuhkan biaya yang cukup besar untuk melakukan proses pencampuran dan membuang kontaminasi pada bahan baku karet tersebut. Ketetapan mutu SIR yang dihasilkan merupakan salah satu faktor penting untuk dapat bersaing merebut pasar diluar negeri atau konsumen.
            Menurut pengolahan bahan baku karet di indonesia dapat dibagi 4 macam yaitu:
  1. Lateks Kebun
Lateks adalah cairan yang didapat dari bidang sadap pohon karet. Cairan getah ini belum mengalami penggumpalan, baik dengan bahan tambahan maupun tanpa bahan tambahan.
Bahan baku lateks dapat diolah menjadi berbagai jenis karet yang bermutu tinggi antara lain:
a.       Lateks pekat
b.      RSS (Rubber Slab Slipe)
c.       SIR 3 CV (Constan Viskosity)
d.      SIR 3 L (Light)




  1. Sheet Angin
Sheet angin adalah bahan baku karet dibuat dari lateks yang telah disaring dan digumpalkan dengan Formid Acid (Cuka), kemudian digiling hingga berbentuk lembaran dengan ketebalan 2 - 4 mm berupa hasil pengolahan lateks melalui proses: pengenceran, penggumpalan, penggilingan, pengeringan, secara dianginkan.
  1. Slab
Slab adalah bahan baku karet yang terbuat dari lateks yang telah digumpalkan dengan formid acid. Slab mempunyai ukuran lebih kurang (60 x 30 x 20) cm.
Bahan baku slab dapat diolah menjadi:
a.       SIR 5
b.      SIR 10
c.       SIR 20
Slab yang baik harus memenuhi ketentuan dan kriteria sebagai berikut:
1)        Kadar kotoran maksimum 0,030%.
2)      Kadar abu maksimum 0,50%.
3)      Tidak terkontaminasi dengan tanah, lumpur, tatal, daun, pupuk (TSP), bahan kimia lain selain formid acid, besi, kawat, goni, plastik, dll.
4)      Selama disimpan tidak boleh terendam dengan air atau terkena matahari secara langsung.

  1. Getah Mangkok (Cup Lump)
Cup lump yaitu bekuan lateks dalam mangkok sadap (tempurung). Jenis produksi karet yang dihasilkan seperti SIR 20 dan SIR 20 CV. Cup lump yang diolah dapat berasal dari perkebunan sendiri atau pembelian dari luar (OP/Out Purchase). Lump mangkok yang berasal dari luar (OP) dibeli dari perkebunan rakyat yang dibedakan atas 3 jenis yaitu C1, C2, dan C3.
a. Getah Mangkok Rakyat (OP)
Dewasa ini berbagai jenis bahan baku karet yang dihasilkan oleh petani karet dengan jenis mutu yang sangat berbeda akibat cara penanganan ditingkat petani karet beranekaragam. Keanekaragaman mutu bahan baku karet ini mengakibatkan mutu SIR yang dihasilakan kurang tepat dan membutuhkan biaya yang cukup besar untuk melakukan proses pencampuran dam membuang kotoran pada bahan tersebut. Ketentuan SIR yang dihasilkan merupakan salah satu faktor penting dalam pengolahan bahan baku yang baik.
Pemeliharaan yang baik memperlihatkan karet perkebunan lebih banyak menghasilkan jika dibandingkan dari karet perkebunan rakyat, yang arealnya besar akan tetapi hasilnya kecil atau sedikit. Karet rakyat umumnya tidak terpelihara dan penanamannya tidak teratur dan terkendali. Sehingga karet yang dihasilkan masih banyak mengandung kontaminan yang tinggi, karena getah mangkok yang dihasilkan cara penggumpalan yang dilakukan sering menggunakan penggumpalan lain selain formid acid.
Karena penggumpalan seperti pupuk TSP, getah nanas, dan lainnya mempunyai harga yang relatif murah dibandingkan mereka yang menggunakan formid acid sebagai penggumpal.
 Getah mangkok yang bersumber dari rakyat atau disebut getah rakyat memiliki kriteria sebagai berikut:
1)        Getah mangkok C1
Getah mangkok C1 adalah getah mangkok lapangan yang telah digumpalkan dengan formad acid atau secara ilmiah dalam mangkok sadap. Mempunyai kriteria sebagai berikut:
a)      Tidak boleh terkontaminasi dengan tanah, lumpur, tatal tidak lebih dari 5 pcs per bongkah, daun, besi, kawat, batu, goni, plastik, dll.
b)      Kadar kotoran harus maksimum 0,10%
c)      Kadar abu harus maksimim 0,75%
d)     Tidak tercemar dengan pupuk TSP, bahan kimia lainnya selain formid acid.
2)        Getah Mangkok C2
Getah mangkok C2 adalah getah mangkok lapangan atau getah mangkok kampung yang telah digumpalkan dengan formid acid atau secara ilmiah didalam mangkok sadap. Didalam getah mangkok C2 ini banyak mengandung kontaminan seperti tatal, pasir, plastik, dari kandungan kontaminan yang dihasilkan dari getah mangkok ini maka digolongkan kedalam getah mangkok C2.
Mempunyai kriteria sebagai berikut:
a)      Tidak terkontaminasi dengan tanah, lumpur, tatal, pasir, besi, dsb.
b)      Kadar kotoran maksimum 0,20%.
c)      Kadar abu maksimum 1,0%.
b. Getah Mangkok Bridgestone Sumatera Rubber Estate (BSRE)
Getah mangkok Bridgestone Sumatera Rubber Estate (BSRE) merupakan getah mangkok yang berasal dari kebun perusahaan PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate. Getah mangkok yang dihasilakan digumpalkan dengan formid acid 5% tidak menggunakan penggumpalan yang lainnya dan menjaga kebersihannya. PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate mempunyai perkebunan karet sendiri, dimana kebun karet tersebut hanya menghasilkan getah mangkok yang berkualitas baik.
Getah mangkok yang dihasilkan digumpalkan dengan formid acid atau asam semut, karena sangat baik untuk menggumpalkan lateks, dan kwalitasnya sangat baik bila diolah untuk membuat crumb rubber SIR 20, tidak banyak mengandung  kontaminan seperti tatal, pasir, dll.
Dengan sedikitnya kandungan kontaminan maka getah mangkok BSRE yang dihasilkan sangat mahal bila dibandingkan dengan getah mangkok dari perkebunan rakyat.


Getah mangkok BSRE ini sengaja dihasilakan dengan kualitas yang baik untuk membantu dalam pengolahan crumb rubber yang baik, BSRE mencampur getah mangkok BSRE dengan getah mangkok yang dibeli dari rakyat (OP), agar memperoleh hasil yang sesuai dengan mutu standart / SIR.
Getah mangkok yang dihasilkan BSRE tidak diperdagangkan keluar pabrik karena hasil yang dimiliki BSRE sangat terbatas, jadi getah mangkok BSRE digunakan untuk mengolah crumb rubber diperusahaan PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate sendiri.
Getah mangkok BSRE mempunyai kriteria sebagai berikut:
a.       Tidak terkontaminasi oleh lumpur, tanah, pasir, tatal, dan lain-lain.
b.      Kadar kotoran maksimum 0,03%.
c.       Kadar abu maksimum 0,5%.

Dalam proses pengolahan crumb rubber PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate tidak hanya menggunakan getah mangkok BSRE tetapi juga menggunakan getah mangkok C1 (OP) mengingat dari segi keekonomisannya. Dimana bahan baku getah mangkok C1 (OP) lebih murah dari pada getah mangkok BSRE.